GOOD GOVERNANCE-META GOVERNANCE
Perspektif Perubahan Hubungan Negara dan
Masyarakat
John Dalberg-Acton
sejarahwan, politikus dan penulis asal Inggris pada tahun 1887 mengemukakan
kalimat yang sangat terkenal yang berbunyi "Power
tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Great men are almost
always bad men” yang menjelaskan bahwa kekuasaan cenderung akan korup dan
kekuasaan absolut akan secara absolut pula untuk korup. Kalimat sederhana ini
menegaskan kepada kita bahwa kekuasaan tidak boleh diberikan secara absolut
karena akan cenderung untuk melakukan tindakan-tindakan penggunaan kekuasaan
untuk kepentingan pribadi.
Berbagai
konsep dan teori juga telah banyak dikemukakan oleh para ahli negara dan
politik untuk membatasi kekuasaan agar tidak terjadi keabsolutan. Administrasi
publik mengalami perkembangan paradigma secara dinamis. Diawali dengan Old
Public Administration, di mana terjadi dikotomi locus dan fokus, dan masih
kental orientasinya dengan government. OPA pada perkembangannya bergeser
menjadi paradigma baru, yaitu New Public Management.
New
Public Management (NPM) yang diperkenalkan oleh Christopher Hood pada tahun 1991. New Public
Management adalah suatu sistem manajemen desentral dengan perangkat-perangkat
manajemen baru seperti controlling, benchmarking dan lean management. NPM
dipahami sebagai privatisasi sejauh mungkin atas aktivitas pemerintah. NPM
secara umum dipandang sebagai suatu pendekatan dalam administrasi publik yang
menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen
bisnis dan disiplin yang lain untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas kinerja
pelayanan publik pada birokrasi modern. Inti dari teori NPM ini adalah
melalukan pembatasan peran pemerintah yang dinilai tidak efektif dan efisien,
birokrasi bersifat kaku dan pembengkakan anggaran pemerintah serta rendahnya
mutu kinerja pemerintah. Salah satu upaya yang disarankan dalam NPM ini adalah
pemberlakuan mekanisme pasar dengan jalan privatisasi.
Dalam
implementasi NPM tersebut juga mengalami pro dan kontra terhadap manajerialisme
yang terjadi pada organisasi sektor publik. Pihak yang mendukung memandang NPM
menawarkan suatu cara baru dalam mengelola organisasi sektor publik dengan
membawa fungsi-fungsi manajemen sektor swasta ke dalam sektor publik. Sementara
itu, Pihak penentang NPM mengkritik bahwa pengadopsian prinsip-prinsip
manajemen sektor swasta ke dalam sektor publik tersebut merupakan adopsi yang
tidak kritis. Tidak semua praktik manajemen sektor swasta baik. Jika sektor
publik mengadopsi praktik manajemen sektor swasta maka hal itu juga berarti
mengadopsi keburukan di sektor swasta ke dalam sektor publik. Selain itu,
pengadopsian itu juga mengabaikan perbedaan yang fundamental antara organisasi
sektor publik dengan sektor swasta. Manajerialisme menurut mereka yang kontra
bertentangan dengan prinsip demokrasi. Kritik dari pendukung administrasi
publik menyatakan bahwa hal-hal baik yang terdapat dalam model lama, seperti:
standar etika yang tinggi dan pelayanan kepada warga negara menjadi
dikesampingkan apabila sektor publik mengadopsi prinsip manajerialisme.
Manajerialisme juga dicurigai sebagai bentuk kapitalisme yang masuk ke sektor
public oleh karena itu teori ini juga dikenal sebagai salah satu teori
neo-liberalisme.
Untuk menjawab kritik terhadap teori New Public Management,
munculah konsep good governance.
GOOD
GOVERNANCE
Good governance
diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik merupakan tema umum kajian
yang populer, baik di pemerintahan, civil
society maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin
kompleksnya permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan
yang baik. Good governance
dipromosikan oleh World Bank untuk menciptakan tatanan pemerintahan yang sehat.
Pemahaman pemerintah tentang good governance
berbeda-beda, namun setidaknya sebagian besar dari mereka membayangkan bahwa
dengan good governance mereka akan
dapat memiliki kualitas pemerintahan yang lebih baik. Banyak di antara mereka
membayangkan bahwa dengan memiliki praktik good
governance yang lebih baik, maka kualitas pelayanan publik menjadi semakin
baik, angka korupsi menjadi semakin rendah, dan pemerintah menjadi semakin
peduli dengan kepentingan warga.
Tata
laksana pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan delapan
karakteristik dasarnya yaitu:
1. Akuntabilitas
(Accountability), meningkatkan
akuntabilitas para pengambil keputusan dalam segala bidang yang menyangkut
kepentingan masyarakat.
2. Pengawasan
(Controlling), meningkatkan
upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan
mengusahakan keterlibatan swasta dan masyarakat luas.
3. Daya
Tanggap (Responsiveness), meningkatkan
kepekaan para penyelenggaraan pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa
kecuali.
4. Profesionalisme
(Professional), Meningkatkan
kemampuan dan moral penyelenggaraan pemerintahan agar mampu memberi pelayanan
yang mudah, cepat, tepat dengan biaya terjangkau.
5. Efisiensi
& Efektivitas (Effectiveness & Efficient), menjamin
terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sumber daya
yang tersedia secara optimal & bertanggung jawab.
6. Transparansi
(Transparancy), menciptakan
kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan
informasi dan menjamin kemudahan didalam memperoleh informasi.
7. Kesetaraan
(Equality), memberi peluang yang
sama bagi setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
8. Wawasan
ke depan (Strategic Vision), membangun
daerah berdasarkan visi dan strategis yang jelas, mengikuti-sertakan warga
dalam seluruh proses pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut
bertanggungjawab terhadap kemajuan daerahnya.
9. Partisipasi
(Participation), mendorong
setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses
pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara
langsung mapun tidak langsung.
10. Penegakan
hukum (Rule of Law), mewujudkan
penegakan hukum yang adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung
tinggi HAM dan memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Dengan demikian, pada dasarnya
unsur-unsur dalam pemerintahan dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu:
1.
Negara/Pemerintah
Konsepsi pemerintahan
pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan
pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2. Sektor
Swasta
Pelaku sektor swasta menangkup perusahaan swasta yang aktif
dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti: industri pengolahan perdagangan,
perbankan dan koperasi termasuk kegiatan sektor informal.
3. Masyarakat
Madani
Kelompok
masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau ditengah-tengah
antara pemerintah dan perseorangan, yang mencangkup baik perseorangan maupun
kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.
Dalam konsep good governance hubungan ketiga pilar unsur-unsur pemerintahan
tersebut harus saling terkait dan terkoordinasi dengan baik, karena setiap
unsur memiliki peranan yang sama penting dan saling mempengaruhi (share of responsibilities) sehingga
menciptakan sinergi dalam pola hubungan tersebut. Perbedaan paling pokok antara
konsep government dan governance terletak pada bagaimana cara
penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan
urusan suatu bangsa. Konsep pemerintahan selama ini dipandang bahwa peranan
pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas
pemerintahan. Sedangkan dalam konteks governance
mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan
mengelola sumberdaya serta berbagai masalah yang dihadapi masyarakat dengan
melibatkan semua unsur pemerintahan. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis,
adil, transparan, rule of law,
partisipasi dan kemitraan. Definisi good
governance yang dikemukakan oleh IIAS adalah yang paling tepat meng-capture
makna tersebut yakni “the process whereby
elements in society wield power and authority, and influence and enact policies
and decisions concerning public life, economic and social development”.
Maksud dari kalimat tersebut adalah proses dimana berbagai unsur dalam
masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan
kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan ekonomi dan
sosial.
Sejalan
dengan prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan
dari implementasi Good governance.
Keterlibatan masyarakat dalam proses pengolahan lembaga pemerintahan pada
akhirnya akan melahirkan kontrol sosial masyarakat terhadap jalannya
pengelolaan lembaga pemerintahan. Kontrol masyarakat akan berdampak pada tata
pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok Good governance, setidaknya dapat
dilakukan melalui pelaksanaan prioritas program, yakni:
1. Penguatan
fungsi dan peran lembaga perwakilan. Pengaturan peran lembaga perwakilan
rakyat, MPR, DPR, dan DPRD, mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan fungsi
mereka sebagai pengontrol jalannya pemerintahan. Selain melalukan check
and balance, lembaga legislative harus pula mampu menyerap dan
mengartikulasikan aspirasi masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan yang
berorientasi pada kepentingan masyarakat kepada lembaga eksekutif.
2. Kemandirian
lembaga peradilan. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa
berdasarkan prinsip Good governance
peningkatan profesionalitas aparat penegak hukum dan kemandirian lembaga
peradilan mutlak dilakukan. Akuntabilitas aparat penegak hukum dan lembaga
yudikatif merupakan pilar yang menentukan dalam penegakkan hukum dan keadilan
3. Profesionalitas
dan integritas aparatur pemerintah. Perubahan paradigma aparatur negara dari
birokrasi populis (pelayan masyarakat) harus dibarengi dengan peningkatan
profesionalitas dan integritas moral jajaran birokrasi pemerintah.
Akuntabilitas jajaran birokrasi akan berdampak pada naiknya akuntabilitas dan
legitimasi birokrasi itu sendiri. Aparatur birokrasi yang mempunyai karakter
tersebut dapat bersinergi dengan pelayanan birokrasi secara cepat, efektif, dan
berkualitas.
4. Penguatan
partisipasi Masayarakat Madani (Civil
Society). Peningkatan partisipasi masyarakat adalah unsure penting lainnya
dalam merealisasikan pemerintah yang bersih dan berwibawa. Partisipasi
masyarakat dalam proses kebijakan publik mutlak dilakukan dan di fasilitasi
oleh negara (pemerintah). Peran aktif masyarakat dalam proses kebijakan publik
pada dasarnya dijamin oleh prinsip-prinsip HAM. Masyarakat mempunyai hak
atas informasi, hak untuk menyampaikan usulan, dan hak untuk melakukan kritik
terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Kritik dapat dilakukan melalui
lembaga-lembaga perwakilan, pers, maupun dilakukan secara langsung lewat
dialog-dialog terbuka dengan jajaran birokrasi bersama LSM, partai politik,
maupun organisasi sosial lainnya.
- Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam
rangka otonomi daerah. Untuk merealisasikan prinsip-prinsip Good Governance, kebijakan otonomi daerah dapat dijadikan
sebagai media transformasi perwujudan model pemerintahan yang menopang
tumbuhnya kultur demokrasi di Indonesia. Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah telah memberikan kewenangan pada daerah untuk
melakukan pengelolaan dan memajukan masyarakat dalam politik,
ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Dengan
pelaksanaan otonomi daerah tersebut, pencapaian tingkat kesejahteraan
dapat diwujudkan secara lebih cepat yang pada akhirnya akan mendorong
kemandirian masyarakat
Keseluruhan perilaku para
anggota birokrasi tercermin pada pelayanan pada seluruh masyarakat. Karena
penerapan prinsip fungsionalisasi, spesialisasi dan pembagian tugas, sudah
barang tentu menjadi bagian masyarakat suatu institusi tertentu. Prinsip pelayanan
yang harus di berikan kepada rakyat atau masyarakat oleh birokrat adalah
pelayanan yang bersifat adil, cepat, ramah, tanpa diskriminasi dan tanpa pilih
kasih.
Tata
kelola pemerintahan yang baik dan bersih dapat di katakan baik apabila sistem
pelayanannya yang baik sehingga menghasilkan produk pelayanan yang maksimal.
Standar tata kelola pelayanan yang baik dan bersih sangat di tentukan pemberian
layanan publik yang lebih profesional dan efektif, efisien, sederhana,
transparan, tepat waktu, responsif dan adaptif, dan sekaligus dapat membangun
kualitas individu dalam arti menigkatkan kapasitas individu dan masyarakat
untuk secara aktif masa depannya. Responsif, kemauan untuk membantu
konsumen bertanggung jawab terhadap mutu layanan yang diberikan,kompeten
tuntutan yang dimiliki, pengetahuan dan keterampilan yang baik oleh aparatur
dalam memberikan layanan. Pelayanan publik (public
services) merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur Negara
sebagai abdi masyarakat dan abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi
publik tadi adalah merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur Negara
sebagai abdi masyarakat dan abdi Negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik
dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga Negara) dari suatu Negara
kesejahteraan (welfare state). Tujuan
dari good governance adalah
mewujudkan pendidikan politik kepada masyrakat (demokrasi), menciptakan sistem
pelayanan yang efesien, efektif dan akuntabilitas.
META GOVERNANCE
Meta governance suatu konsep yang berkembang seiring dengan perkembangan
teori good governance. Meta Governance merupakan teori yang
berseberangan dengan teori neo liberalisme. Konsep neo liberal tersebut mendefinisikan
secara tegas akan pemisahan ranah negara, pasar dan masyarakat. Pembagian ranah
tesebut telah menfasilitasi pasar sebagai pemegang kekuasaan terbesar,
sementara kapasitas negara mengalami pelemahan dan masyarakat dan masyarakat
diposisikan sebagai konsumen dalam logika pasar tersebut. Urusan-urusan
publik dikelola dengan semangat pasar dan akibatnya pelayanan urusan publik pun
hanya diakses oleh mereka yang menitik berartkan kekuatan untuk bertransaksi
dengan pasar.
Metagovernance (Meuleman, 2008) is a means by which to produce some degree of coordinated governance,
by designing and managing sound combinations of hierarchical, market and
network governance, to achieve the best possible outcomes from the viewpoint of
those responsible for the performance of public-sector organisations: public
managers as ‘metagovernors’. Meta governance dianggap sebagai suatu alat
untuk menghasilkan pemerintahan yang terkoordinasi dengan cara melakukan
manajemen dan desain kombinasi dari hirarki, pasar dan jaringan pemerintah
untuk mencapai outcome terbaik dari kinerja organisasi sektor publik. Tujuan
dari meta governance sendiri antara
lain adalah:
a. Bertujuan
untuk menyelesaikan masalah-masalah publik kolektif
b. Bukan
untuk kepentingan/keuntungan individu akan tetapi kepentingan bersama
c. Mendorong
dan menciptakan kelompok sosial yang berfungsi dengan baik.
Meta Governance dikenal sebagai teori “governance of governance”,
dimana kata meta sendiri berarti “beyond”
jadi meta governance diartikan
sebagai pemerintahan yang melebihi governance.
Koordinasi ketiga unsur penting dari meta governance
inilah yang menjadi kunci keberhasilan konsep ini. Adapun karakteristik dari
ketiga unsur tersebut adalah sebagai berikut:
Implementasi Meta Governance
1.
Pemerintah Hirarkhis (Hierarchical Governance)
Merupakan
seluruh aktivitas aktor politik, sosial & administrasi sebagai sebuah upaya
dengan tujuan tertentu untuk memandu, mengarahkan, mengontrol dan mengelola
seluruh segi dan sektor kehidupan masyarakat. Kata kunci governingadalah
memandu (guide), mengarahkan (steering), mengontrol (control) dan mengelola (manage). Dari empat kata kunci
(mengontrol, mengarahkan, memandu dan mengelola), makna yang kemudian muncul
adalah adanya arogansi actor terhadap masyarakat. Inilah hal (terutama kontrol
dan steering karena control dan steering justru dianggap berpotensi
mematikan proses pemberdayaan dan kemandirian sosial. Control dan steering dianggap
wujud arogansi actor (pemerintah) yang seolah-olah memiliki hak legitimate
untuk mengatur sepenuhnya masyarakat. Dalam konsep meta governance diperlukan
perubahan paradigma peran pemerintah yang dulunya sentral mengatur segala aspek
kehidupan warga negaranya, kini bergeser sebagai penentu aturan main (setting rule of the game) dan mengatur
koordinasi hubungan pasar dan kelompok sosial, serta menjadi penengah jika
terjadi konflik antara sosial group tersebut. Meta governance tidak berarti
melemahkan eksekutif melainkan meredefenisikan posisi kekuatan eksekutif dalam new regulatory state. eksekutif kemudian
menjalankan apa yang di sebut sebagai governance
of governance. karakter model
relational diantaranya;
a. Keterlibatan publik yang luas dalam governance, misalnya civil
society dan jaringan kebijakan global.
b. Melampaui
batas negara ala weberian dan westphalian yang melihat sovereignty of state sebagai
kekuatan absolut dan,
c. Transformasi
governance ke dalam meta governance yang ditandai dengan
keterlibatan, legitimasi dan monitoring berbagai sumberdaya governance (actor) dan
pengaturan.
2. Mekanisme
Pasar (Market)
Mekanisme
pasar yang menjadi tujuan dari NPM mengutamakan efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik. Ketika negara mengendalikan (memonopoli) seluruh sector
pelayanan publik, tidak ada mekanisme kontestasi yang membuat arah pelayanan bersaing
menjadi lebih baik. Berbeda halnya ketika bidang-bidang pelayanan ini
di-share ke institusi privat, akan muncul hukum persaingan yang mengarah
pada pelayanan yang lebih baik. Karena kredibilitas institusi privat
penyelenggara layanan public ini dipertaruhkan di depan khalayak (penerima
layanan), jika ada ketidakberesan, sewaktu-waktu public bisa menggugat dan hak
institusi privat menyelenggarakan layanan public bisa dicabut dan berpindah ke
institusi privat yang lain. Masyarakat/publik tak hanya sebatas civil (warga negara), akan tetapi
sekaligus menjadi customer (konsumen)
yang berhak mendapatkan pelayanan
terbaik dari penyelenggara layanan. Asumsinya, jika tiap-tiap penyelenggara
layanan public berlomba-lomba memperbaiki kualitas layanan kepada masyarakat,
maka dengan sendirinya standart pelayanan dan kepuasan masyarakat akan
meningkat. Ini sejalan dengan prinsip liberalism yang mengagungkan mekanisme
persaingan terbuka, bahkan dalam segenap sector publik.
Dalam
konsep meta governance berasumsi dengan
prinsip market-oriented public service, warga
Negara diasumsikan ada dalam kondisi egaliter, sehingga Negara tak perlu
terlalu banyak campur tangan dalam upaya melayani public akan tetapi hanya
menyiapkan peraturan dan aturan mainnya saja.
3. Jaringan
Pemerintah (Network Governance)
Terjadinya
transformasi besar dalam memahami sistem politik dan pemerintahan dari konsep government yang terorganisasi secara
hirarkis dengan sistem kesatuan yang dilengkapi perangkat hukum, peraturan dan
tata tertib menuju governance yang
lebih horizontal dengan jaringan pengaturan yang madiri (self-regulating network). Transformasi tersebut terjadi
dikarenakan, meningkatnya peran lembaga politik internasional, teknik
administrasi baru yang mendukung pengaturan sendiri (self-regulating) yang terlembaga dalam sistem politik dan kerjasama
yang insentif antara pemegang otoritas publik dan actor private baik sebagai pasar maupun civil society.
Dalam beberapa hal network governance (NG) telah menghadirkan tantangan terhadap
demokrasi liberal. Pertama, NG memandang rakyat bukan sesuatu yang given, namun merupakan hasil dari proses
politik. Kedua, NG menghadirkan kritik terhadap model perwakilan.
Konsep perwakilan hakekatnya bukanlah cermin masyarakat, tetapi dia adalah
bagian ’masyarakat yang lain’. Hal ini merujuk pada pandangan elitisme
perwakilan, partikularisme perwakilan dan perwakilan terbatas. NG juga
mempertanyakan karakter otonom dari konsep perwakilan. Untuk itu NG menawarkan
model partisipasi politik memberikan yang memberikan hak legitimasi kepada para
aktor untuk merekontruksi indentitas yang diwakilinya dan membuat keputusan
politik yang merujuk kepada indentitas kelompok yang diwakilinya. Meskipun
mengajukan kritik terhadap governance yang berbasis pada logika pasar
dan persaingan bebas, namum NG masih memberi ruang bagi logika tersebut
dengan catatan harus tersedia akses bagi citizen yang memadai.
Ketiga,NG memandang administrasi tidak harus a-politis,
karena pada kenyataannya sebenarnya administrasi memiliki pengaruh besar dalam
proses policy, karena keterlibatannya
yang langsung dan bahkan menentukan. Bahkan Lennart Lundquit (2000) memandang
administrator publik memainkan fungsi sebagai catalist bagi proses
kebijakan yang demokratis. Sedangkan politisi berada pada posisi mewakili
kepentingan pemilih yang beragam. Persoalannya kemudian adalah bagaimana
mengkonseptualisasikan dan melembagakan peran co-produser administrasi dalam
proses interaksi kekuasaan ini. Keempat, NG melihat sistem politik
dan sistem sosial tidak harus separated
karena pada dasarnya saling mendukung dalam membangun persamaan/keadilan
politik dalam masyarakat plural. kapasitas sosial masyarakat bisa dikembangkan
dengan dukungan akses (endowment) dan
pemberdayaan (empowerment).Social capacity can be improved with
endowment and empowerment. Untuk lebih jelasnya pola hubungan dalam meta
governance digambarkan sebagai berikut:
Bibliography
Bevir, M. (2011). The SAGE Handbook of
Governance. London: SAGE Publication.
Meuleman, L. (2008). Public Management and the
Metagovernance of Hierarchies, Network and Market. Berlin: Springer
Berlin Heidelberg.
Pierre, J., & Peters, B. G. (2005). Governing
Complex Societies, Trajectories and Scenarios. New York: Palgrave
Macmillan.
No comments:
Post a Comment